Tuesday, June 4, 2013

hadis hadis part 6

GIATLAH MENCARI NAFKAH KEMUDIAN TAWAKKAL

Kesalahan memahami hakekat tawakal kerap menjerumuskan orang ke dalam kegagalan dunia-akhirat. Agar tidak termasuk golongan ini, pahamilah keterkaitan antara kerja keras dan tawakal yang diperintahkan.


Berusahalah. Bekerjalah. Penuhi kebutuhan hidupmu sendiri. Perangi kemalasan. Jangan tergantung pada orang lain. Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang hanya duduk-duduk di rumah atau di masjid, seraya berkata, “Aku tidak mau
bekerja sedikit pun, karena rezekiku akan datang sendiri.” Maka beliau berkata,”Ia orang yang tidak paham agama.” Selanjutnya Imam Ahmad berkata, “Para sahabat dulu berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Padahal merekalah teladan kita.”
(Fathul Bari, 11/305-306)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya giat bekerja dan berusaha keras mencari rezeki guna menjaga kehormatan diri dan masa depan keluarga. Beliau bersabda: “Berusahalah untuk mencari sesuatu yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah.
Jika sesuatu terjadi padamu, maka jangan katakan, ‘Seandainya aku melakukan hal ini, pasti tidak seperti ini. Namun katakanlah, ‘Ini takdir Allah dan apa yang telah Dia kehendaki pasti Allah lakukan. Karena berandai-andai itu membuka peluang untuk setan.”

IKHTIAR MENCARI NAFKAH
Beberapa hal dapat ditempuh seorang Muslim untuk mendapatkan,
menjaga dan mengembangkan usaha agar memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Di antaranya:

1. Bertakwa
Imam Ar Raghib Al Ashfahani memberikan definisi takwa sebagai
“menjaga jiwa dari perbuatan berdosa, dengan meninggalkan
segala yang dilarang; dan takwa bisa menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan (karena syubhat,
ed.).” (Al-Mufradat fi gharibil Quran, hal. 531)

Anjuran menjaga ketakwaan berkaitan erat dengan upaya
mencari nafkah. Bekal takwa akan menjadi rambu-rambu dalam
mengais rezeki nya sehingga dia bisa menjamin bahwa uangnya
halal. Dari Abdullah bin Mas’ud Radliallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan ambilah yang baik dalam mencari rezeki (ambil yang halal dan tinggalkan yang haram).

Seimbang dalam berusaha dan menuntut ilmu.” (HR. Hakim)
Seorang Muslim yang bertakwa dituntut berlaku seimbang
antara menuntut ilmu dan mencari nafkah. Kekuatan ilmu dan
harta yang bersinergi baik akan melahirkan kekuatan dasyat dan
pengaruh positif bagi dakwah dan kebangkitan umat.


2. Profesional
Adalah kewajiban seorang Muslim bekerja profesional, baik untuk
pekerjaan skala kecil maupun skala besar. Jika sebuah pekerjaan
dilakukan secara profesional, insya Allah akan menghasilkan
keuntungan maksimal.

3. Menjaga waktu
Bagian dari ikhtiar seorang Muslim dalam bekerja adalah bisa
memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk hal yang bermanfaat, terkait urusan dunia dan akheratnya, sehingga tidak ada waktu untuk hal yang sia-sia.

4. Amanah
Amanah adalah sifat yang sangat agung. Allah dan rasul-Nya memerintahkan kepada setiap Muslim untuk menunaikan
amanah yang diembannya dan tidak berkhianat, sekecil apa pun
amanah tersebut.

5. Istiqamah
Seorang Muslim harus istiqamah dalam menuntut ilmu, beribadah dan berusaha maksimal menjalankan usaha dan meniti hidupnya.

6. Perbanyak doa
Doa sangat bermanfaat dalam segala hal, baik belum atau setelah
terjadi. Orang sombong enggan berdoa dan minta kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Rabbmu berfirman,
‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau berdoa kepada-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir [40]: 60)

Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa adalah
ibadah.” (HR. Ibnu Hibban, Abu Daud, Turmudzi, dan dishahihkan
al-Albani). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu, lagi Maha Pemurah. Dia malu jika seseorang menengadahkan tangannya (meminta) kepada-Nya, kemudian dia menarik tangannya dalam keadaan hampa tanpa mendapat apa-apa.” (HR Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani).

Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah untuk mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat 
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.


Laknat Allah untuk Setiap yang Bergaya Menyerupai Wanita dan Sebaliknya

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Bukhari no. 5885]

Dalam lafazh Musnad Imam Ahmad disebutkan,

لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari].

Begitu pula dalam hadits Abu Hurairah disebutkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” [HR. Ahmad no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, perowinya tsiqoh termasuk perowi Bukhari Muslim selain Suhail bin Abi Sholih yang termasuk perowi Muslim saja]. Dalam hadits terakhir ini yang dilaknat adalah gaya pakaiannya. Sedangkan hadits di atas adalah mode bergaya secara umum.



Jangan tinggalkan tetangga Anda kelaparan

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

“Bukanlah mukmin sejati, orang yang kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Abu Ya'la dalam Musnadnya, dan sanadnya dinilai hasan oleh Husain Salim Asad)

Semoga bermanfaat dan menjadi renungan bagi kita semua


hadis hadis part 5

8 Tingkatan Surga dan Calon Penghuninya :

Surga ( Al Jannah )
Suatu tempat di alam akhirat yang penuh dengan keselamatan, kesejahteraan, kesenangan, kenikmatan, kebahagiaan, serta kemuliaan yang abadi.
Allah SWT menjanjikan tempat ini bagi hamba-hambaNya yang beriman dan bertaqwa kepada Nya.
Nama-nama surga, tingkatan dan calon penghuninya :

1. Surga Firdaus
Diciptakan dari Emas
Calon penghuninya dijelaskan dalam surat Al – Mukminun ( 1 – 11 )
a) Orang – orang yang memelihara dan khusyuk dalam shalatnya.
b) Orang – orang yang menjauhkan diri dari ucapan dan perbuatan yang tiada berguna.
c) Orang – orang yang membayar zakat
d) Orang – orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istrinya.
e) Orang – yang memelihara amanat dan menepati janji

2. Surga AndDiciptakan dari Intan Putih
Penghuninya :
a) Orang yang bertaqwa kepada Allah SWT ( QS An Nahl : 30 – 31 )
b) Orang yang beriman dan beramal shaleh ( QS Thaha : 75 -76 )
c) Orang yang berbuat baik ( QS Fathir : 32 – 33 )
d) Orang yang sabar, menginfakkan hartanya dan membalas kejahatan dengan kebaikkan ( QS Ar Rad : 22 – 23 )

3. Surga Na’imDiciptakan dari Perak Putih
Penghuninya :
Orang yang bertaqwa dan beramal saleh ( QS Al Qalam 34, Luqman 8, QS Al Haj 56 )

4. Surga Ma’waDiciptakan dari Zamrut Hijau
Penghuninya :
a) Orang yang bertaqwa kepada Allah SWT ( QS An Najm 15 )
b) Orang yang beriman dan berama saleh ( QS As Sajdah 19 )
c) Orang yang takut pada kebesaran Allah SWT dan menahan hawa napsu buruk ( QS An Naziat 40 – 41 )

5. Surga DarusslamDiciptakan dari Yakut Merah
Penhuninya :
Orang yang kuat iman dan islamnya, memperhatikan ayat – ayat Alquran serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari – hari karena Allah SWT ( QS Al An’am 127 )

6. Surga Darul MaqamahDiciptakan dari Permata Putih
Dihuni oleh orang yang kebaikkannya amat banyak, dan sangat jarang berbuat salah.

7. Surga Al Maqaamul AmiinDiciptakan dari Emas
Dihuni oleh orang yang keimanannya telah mencapai Muttaqien yakni orang yang benar-benar bertaqwa ( QS Ad Dukhan 15 )

8. Surga KhuldiDiciptakan dari Marjan Merah dan Kuning
Penghuninya adalah Orang yang taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya ( QS Al Furqan 15 )



ANCAMAN PELAKU BUNUH DIRI

sungguh mengherankan ketika manusia memilih bunuh diri menjadi solusi akhir dari semua permasalahan..

berharap masalah selesai tapi ternyata di akhirat benar-benar celaka..

Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi di tangannya, dia (akan) menikam perutnya di dalam neraka jahannam yang kekal (nantinya), (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang meminum racun lalu bunuh diri dengannya, maka dia (akan) meminumnya perlahan-lahan di dalam neraka jahannam yang kekal, (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, dia akan jatuh ke dalam neraka jahannam yang kekal (dan) dikekalkan di dalamnya selama-lamanya." (Bukhari (5778) dan Muslim (158) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka dia disiksa dengan (alat tersebut) pada hari kiamat." (Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin Dhahhak radhyiallahu 'anhu)



KEUTAMAAN BERBUAT BAIK

Sesungguhnya perbuatan baik itu memilki keutamaan yang besar dan manfaat yang agung, semuanya itu kembali kepada orang-orang yang berbuat kebaikan, diantaranya adalah:

1. Allah akan memberikan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan itu hikmah dan ilmu, Allah berfirman,

وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

"Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." {QS.Yusuf:22}

2. Allah akan meneguhkan kedudukan mereka di muka bumi, Dia subhanahu wata'ala berfirman dalam mengkisahkan tentang Nabi Yusuf 'alayhissalam bahwasanya beliau berkata kepada saudara-saudaranya setelah mereka mengetahui jati dirinya,

قَالُواْ أَإِنَّكَ لَأَنتَ يُوسُفُ قَالَ أَنَاْ يُوسُفُ وَهَذَا أَخِي قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا إِنَّهُ مَنَّ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

"Mereka berkata, "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karuniaNya kepada kami." Sesungguhnya barangsiapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." {QS.Yusuf:90}

3. Allah akan menambahkan kebaikanNya di dunia kepada mereka dan menambahkan pahala dan ganjarannya di akherat sebagaimana firmanNya,

وَإِذْ قِيلَ لَهُمُ اسْكُنُواْ هَذِهِ الْقَرْيَةَ وَكُلُواْ مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ وَقُولُواْ حِطَّةٌ وَادْخُلُواْ الْبَابَ سُجَّدًا نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطِيئَاتِكُمْ سَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ

"Dan (ingatlah), ketika dikatakan kepada mereka (Bani Isroil), "Tinggallah di negeri ini saja (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)nya di mana saja kamu kehendaki," dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa kami, dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu." Kelak akan Kami tambah (pahala) kepada orang-orang yang berbuat baik." {QS. Al-A'rof:161}

4. Allah akan memasukkan mereka (yang berbuat kebaikan) ke dalam RahmatNya sebagaimana firman Allah,

وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo'alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik."
{QS.Al-A'rof:56}

Dan Allah berfirman,

لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلاَ يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلاَ ذِلَّةٌ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." {QS. Yunus:26}

5. Allah akan menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus. Allah subhaanahu wata'ala,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." {QS.Al-Ankabut:69}

6. Allah akan bersama mereka. Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan." {QS.An-Nahl:128}

Dan inilah yang disebut dengan penyertaan yang khusus. Sesungguhnya penyertaan Allah (ma'iyah) itu ada dua macam, umum dan khusus. Adapun yang umum seperti disebutkan di dalam firmanNYa,

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ

"Dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada." {QS.Al-Hadid:4}

Maksudnya Dia bersamamu dengan Ilmu, Pendengaran, dan PengelihatanNya (bukan dengan DzatNya sebagaimana sesatnya pemahaman wihdatul wujud), dan penyertaan ini menuntut sifat takut dan berhati-hati dan merasa dilihat, sedangkan yang khusus seperti disebutkan di dalam firmanNya,

وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." {QS.Al-Ankabut:69}

Dan penyertaan ini menuntut adanya taufiq, pertolongan dan petunjuk, yang dengan itulah Nabi Musa 'alayhissalam mengingatkan Bani Isro'il ketika mereka melihat lautan di hadapan mereka sedangkan musuh berada di belakang mereka. Allah berfirman,

فَلَمَّا تَرَاءى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
قَالَ كَلاَّ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ

"Ketika kedua golongan itu saling melihat, maka berkatalah pengikut-pengikut Musa, "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul." Musa menjawab, "Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Robbku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku"."{QS.Asy-Syu'aro':61-62}

Penyertaan tersebut adalah penyertaan yang dengan itu juga Nabi Muhammad shollallaahu 'alayhi wa'alaa aalihi wasallam mengingatkan sahabat beliau Abu Bakar rodhiyallaahu 'anhu,

إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

"Di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita." {QS.At-Taubah:40}

7. Bahwasanya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berbuat kebaikan, mereka tidak akan disebut melainkan dengan sebutan yang baik sampai hari kiamat, sebagaimana firman Allah,

سَلامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

"Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." {QS.Ash-Shoffat:79-80}

سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrohim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." {QS.Ash-Shoffat:109-110}

8. Allah akan menebus segala kesalahan mereka dan memberikan pahala atas amalan-amalan mereka yang sangat baik serta memasukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mereka bersenang-senang sesuai kehendak mereka sebagaimana firman Allah,

هُم مَّا يَشَاؤُونَ عِندَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ
لِيُكَفِّرَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَسْوَأَ الَّذِي عَمِلُوا وَيَجْزِيَهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Mereka memperoleh sesuatu yang mereka kehendaki pada sisi Robb mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik. Agar Allah mengampuni bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan balasan yang lebih baik daripada sesuatu yang telah mereka kerjakan."
{QS.Az-Zumar:34-35}

Allah berfirman,

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

"(Dikatakan kepada mereka), "Makan dan minumlah kamu dengan nyaman karena apa yang telah kamu kerjakan." Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." {QS.Al-Mursalat:43-44}.

Maka kalian berbuatlah kebaikan semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, dan janganlah kehidupan dunia ini menipu kamu sekalian, dan janganlah tertipu oleh tipuan-tipuan itu.

Allah berfirman,

أَن تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتىٰ عَلَى مَا فَرَّطتُ فِي جَنبِ اللَّهِ وَإِن كُنتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ
أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ هَدَانِي لَكُنتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

"Supaya jangan ada orang yang mengatakan, "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sungguh termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah)." Atau supaya jangan ada yang berkata, "Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertaqwa." atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat adzab, "Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang yang berbuat baik"." {QS.Az-Zumar:56-58}

{Dikutip dari buku "Ahbaabullah" karya Asy-Syaikh Dr. 'Abdul'Azhim Badawi Al-Khalafi (edisi terjemah; 40 karakteristik mereka yang dicintai Allah), Pustaka Darul Haq.}




#HUKUM NADZAR#

Tanya:
Kalau berdoa kepada Allah, misal: agar dimudahkan segala urusan, dan kita berjanji, kalau doa dikabulkan, kita akan puasa atau bersedekah, cara ini disebut apa ya, dan bagaimana tata caranya?

Jawab :
Ini adalah nadzar. Seseorang itu mengharuskan kepada dirinya sendiri untuk melakukan ibadah apa yang pada asalnya tidak menjadi keharusan bagi dirinya. Misalnya dari apa yang dicontohkan penanya:

Aku bernadzar untuk bersedekah kepada lima orang fakir miskin kalau aku lulus tes masuk kerja.

Maka apabila benar dia lulus tes kerja, wajib baginya untuk memenuhi nadzarnya tersebut.

Hanya saja yang perlu diketahui, tidak ada kaitannya antara kemudahan urusan dengan seseorang itu bernadzar. Seperti contoh di atas, seseorang itu lulus tes kerja bukan disebabkan karena nadzarnya. Nadzar itu tidaklah mendahulukan atau mengakhirkan takdir juga tidak memudahkan yang sulit. Karena itu, hukum bernadzar itu sendiri sebagian ulama berpendapat makruh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّهُ لَا يَأْتِي بِخَيْرٍ وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ "

“Nadzar itu tidak membawa kebaikan, dia hanya keluar dari seorang yang bakhil” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang bernadzar dikatakan sebagai orang yang pelit, karena seakan-akan dia tidak beribadah kepada Allah kecuali hanya perkara yang wajib saja dan seakan-akan dia tidak akan beribadah kepada Allah, kecuali kalau Allah mudahkan urusannya. Wallahu a’lam.

(Ustadz Ayub)

HUKUM NADZAR
Tanya:

Bagaimanakah hukumnya bernazar? Jika saya dan suami pernah bernazar akan menyumbang sekian dari gaji pertama kepada orang tidak mampu bila diterima kerja ditempat baru dan alhamdulillah diterima, nah sekarang sedang ada kejadian di rohingya. Bolehkah saya membayarkan uang saya ke tempat lain atau tetap harus ke panti yg sblmnya dimaksud?

Jawab:

Nadzar itu dilarang, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Janganlah kalian bernadzar. Sebab nadzar itu tidak bisa menolak takdir Allah sedikitpun. Hanya saja nadzar itu keluar dari orang yg kikir". (Muttafaqun alaih)

Seorang mukmin hendaknya tidak bernadzar, namun jika dia bernadzar utk taat, maka wajib utk dipenuhi. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :

"Barangsiapa bernadzar utk taat kepada Allah, hendaknya dia melaksanakannya" (HR Al Bukhari)

Hendaknya saudara penanya melaksanakan sesuai dg yg dinadzarkan. Kalau ingin membantu pihak lain, silakan membantu dari sumber yang lain sesuai kemampuan. Wabillahit-taufiq.

(Ust. Muhammad Yahya)

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat 
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.


Tipuan setan pada mereka yang beribadah

Adapun tipuan serta ajakan syaitan terhadap manusia agar meninggalkan beribadah kepada Allah Taala ada 7 macam jalan;

1. Syaitan melarang manusia, agar jangan taat kepada Allah.
Orang-orang yang dipelihara Allah, akan menolak ajakan itu dan akan berkata:
Aku sangat memerlukan sekali kepada pahala dari Allah, kerana aku harus mempunyai bekal dari dunia untuk akhirat yang kekal abadi.

2. Bila pujukan pertama tidak berhasil, maka syaitan mengajak manusia untuk mengakhiri taat; nanti saja atau kalau sudah tua, dan sebagainya.
Orang-orang yang terpelihara akan menolak ajakan itu dan akan berkata:
Ajalku bukan pada tanganku; jika aku menunda-nunda amal hari ini untuk esok, maka amal hari esok bila akan aku kerjakan, padahal tiap-tiap hari dan waktu mempunyai amal tersendiri dan hak hukum waktunya.

3. Kadang-kadang syaitan akan mendorong manusia supaya terburu-buru mengerjakan amal baik dengan amat segera dan katanya: Ayuh' cepat-cepat beramal supaya engkau dapat memburu lagi amal lainnya.
Orang-orang yang selamat tentu menolak dan berkata: Amal yang sedikit tapi sempurna lebih baik daripada amal banyak tetapi tidak sempurna. Dalam hal Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda dengan maksud:
"Tergopoh-gopoh itu pembawaan dari syaitan, kecuali dalam lima perkara;
1. Mengkahwinkan anak perawan jika telah sampai waktunya.
2. Membayar hutang jika sudah sampai janjinya.
3. Menguruskan mayat bila datang ajalnya.
4. Menghormati tetamu di kala ia datang bertandang.
5. Bertaubat setelah mengerjakan dosa.

4. Syaitan itu lalu menyuruh manusia supaya mengerjakan amal baik dengan sempurna sebab kalau tidak sempurna nanti dicela oleh orang lain.
Orang-orang yang terpelihara tentu menolaknya dan akan berkata;
Untuk saya cukup dinilai oleh Allah sahaja dan tidak ada faedahnya beramal kerana manusia. Ini adalah isyarat supaya manusia Riya' dalam amalnya.

5. Setelah itu syaitan menancapkan perasaan dalam hati orang yang beramal dengan mengatakan; Betapa tingginya darjatmu dapat beramal sholeh dan betapa pula cerdikmu dan kesempurnaanmu.
Orang-orang yang baik akan menjawab;
bahawa semua keagungan dan kesempurnaann itu kepunyaan Allah, bukan kekuatan atau kekuasaan aku. Allahlah yang memberi taufiq kepadaku untuk mengerjakan amal yang Ia redhoi, dan memberikan ganjaran yang besar dengan anugerah kurniaNya. Jika sekiranya tanpa kurnia Allah, maka apalah harganya amalku ini dibandingkan dengan banyaknya nikmat Allah kepadaku, di samping dosaku yang banyak pula.
Tidak dapat berkata-kata dan mengamalkan begini melainkan mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang Ilmu Tasauf atau Ilmu Makrifat.

6. Setelah jalan kelima gagal, maka syaitan mengajukan jalan yang keenam. Jalan ini lebih hebat dari yang disebut tadi, dan tidak akan bisa selamat terhadapnya kecuali orang yang cerdik dan hidup fikirannya. Syaitan itu berkata, membisikkan di hati manusia: "Bersungguh-sungguhlah engkau beramal dengan Sir, jangan diketahui oleh manusia sebab Allah jualah yang akan menzhohirkan amalmu nanti terhadap manusia dan akan mengatakan bahawa engkau adalah seorang hamba Allah yang ikhlas". Syaitan itu mencampur-baurkan terhadap setiap orang yang beramal dengan amal tipuannya yang lemah sekali. Dengan ucapannya itu, syaitan bermaksud untuk memasukkan sebahagian daripada penyakit Riya'.

Orang yang terpelihara oleh Allah akan menolak ajakan syaitan itu dengan mengatakan;
Hai Malaun (yang dilaknat) tiada henti-henti engkau menggodakaku untuk merosakkan amal dan ibadatku dengan berbagai-bagai jalan dan sekarang engkau berpura-pura seolah-olah akan memperbaiki amalku, padahal maksudmu untuk merosakkannya. Aku ini hamba Allah dan Allahlah jua yang menjadikan aku. Kalau Allah SWT. berkehendak menzhohirkan amalku atau menyembunyikannya; dan kalau berkehendak menjadikan aku mulia atau hina, ini adalah urusan Allah. Aku tidak gelisah apakah amalku itu diperlihatkan oleh Allah kepada manusia atau tidak kerana itu bukan urusan aku sebagai seorang hamba Allah.

7. Setelah gagal syaitan itu menggoda dengan jalan keenam, maka ia menggoda lagi dengan jalan ketujuh dengan mengatakan; "Hai manusia..tidak perlu engkau menyusahkan dirimu untuk beramal ibadah, kerana jika engkau telah ditetapkan oleh Allah pada masa azali dan dijadikan makhluk yang bahagia, maka tidak menjadi mudorat apa-apa bagi engkau untuk meninggalkan amal, engkau akan tetap menjadi seorang yang bahagia. Sebaliknya jika engkau dikehendaki Allah menjadi orang yang celaka, maka tidak ada gunanya lagi engkau beramal dan tetaplah engkau celaka".

Orang-orang yang terpelihara oleh Allah tentu akan menolak godaan ini dengan mengatakan:
Aku ini seorang hamba, berkewajipan menurut perintah Tuhanku. Tuhan Maha Mengetahui , menetapkan sekehendakNya dan berbuat apa saja yang dikehendakiNya. Amalku tetap akan bermanfaat, walau bagaimanapun keadaanku. Jika aku dijadikan seorang yang seorang yang berbahgia, aku tetap perlu beribadah untuk menambah pahala, dan jika aku dijadikan seorang yang celaka, aku tetap harus beramal ibadah, supaya tidak menjadi penyesalan bagi diriku meninggalkan amal itu.

Jika sekiranya aku dimasukkan neraka, padahal aku taat, aku lebih senang daripada jika dimasukkan neraka kerana aku maksiat. Tetapi tidak akan demikian keadaannya kerana janji Allah pasti terjadi dan sabdaNya pasti benar. Allah telah menjanjikan kepada siapa yang beramal taat kepadaNya akan diberi ganjaran. Siapa-siapa yang meninggal dunia dalam keadaan beriman dan taat kepada Allah, tidak akan dimasukkan ke dalam neraka dan pasti akan dimasukkan ke Syorga. Jadi masuknya, seseorang ke Syurga bukanlah kerana kekuatan amalnya, tetapi kerana janji Allah semata yang pasti dan suci.

Oleh kerana itu, sedarlah wahai hamba Allah, semoga Allah memberi rahmat kepadamu, sesungguhnya urusan taat kepada Allah seperti yang engkau lihat dan dengar bahawa banyak sekali godaan dan tipuan syaitan untuk menggagalkannya. Qiyaslah segala urusan dan tingkah laku kepada keadaan tersebut, dan bermohonlah pertolongan kepada Allah agar engkau dilindungi dan dipelihara dari kejahatan syaitan ini, kerana sega sesuatu benda di bawah kekuasaan Allah dan kepada Allah kita mohon Taufiq untuk mendapatkan keridhoaanNya.

TIDAK ADA DAYA UNTUK MENINGGALKAN MAKSIAT DAN TIDAK ADA KEKUATAN UNTUK MENGERJAKAN TAAT, KECUALI DENGAN PERTOLONGAN ALLAH YANG MAHA LUHUR DAN MAHA AGUNG


SINAR CAHAYA AYAT KURSI

Dlm sebuah hadis, ada menyebut perihal seekor syaitan yg duduk diatas pintu rumah. Tugasnya ialah utk menanam keraguan di hati suami terhadap kesetiaan isteri di rumah dan keraguan dihati isteri terhadap kejujuran suami di luar rumah.
Sebab itulah Rasulullah tidak akan masuk rumah sehinggalah Baginda mendengar jawaban salam daripada isterinya. Disaat itu syaitan akan lari bersama-sama
dengan salam itu.

Hikmat Ayat Al-Kursi mengikut Hadis-hadis:

1) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi apabila berbaring di tempat tidurnya, Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya hingga subuh.

2) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir setiap sembahyang Fardhu, dia akan berada dlm lindungan Allah SWT hingga sembahyang yang lain.

3) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir tiap sembahyang,tidak menegah akan dia daripada masuk syurga kecuali maut dan barang siapa membacanya ketika hendak tidur, Allah SWT memelihara akan dia ke atas rumahnya, rumah jirannya dan ahli rumah-rumah disekitarnya.

4) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir tiap2 sembahyang fardhu, Allah SWT
menganugerahkan dia setiap hati orang yg bersyukur,setiap perbuatan orang yg
benar,pahala nabi2 serta Allah melimpahkan padanya rahmat.

5) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya, maka Allah SWT
mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya - mereka semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.

6) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir sembahyang Allah SWT akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti orang yang berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.

7) Barang siapa yang membaca ayat Al-Kursi ketika dalam kesempitan nescaya Allah SWT berkenan memberi pertolongan kepadanya.

Dari Abdullah bin 'Amr r.a., Rasulullah S.A.W.
bersabda,Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat..."

Wassalam,

"Utamakan SELAMAT dan SEHAT untuk Dunia Mu, Utamakan SHOLAT dan ZAKAT untuk
Akhirat Mu"



#Cara Mengetahui Batas Waktu Suci Haid#

Pertanyaan:

Bagaimana mengetahui keadaan kita sudah suci dari haid. Apa hukum menunda bersuci dari haid sampai sore tiba, padahal sudah suci saat zuhur atau asar?

Jawaban: Makna Haid Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir (سيلا, جري). Adapun menurut istilah syar'i, haid adalah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab dan terjadi pada waktu tertentu. Jadi, darah haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, gangguan atau proses melahirkan. Darah haid antara wanita yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan, misalnya jumlah darah yang keluar, masa dan lama keluar darah haid setiap bulan. Perbedaan tersebut terjadi sesuai kondisi setiap wanita, lingkungan, maupun iklimnya.

Masa Haid Menurut pendapat yang paling kuat diantara para ulama, masa haid wanita tidak memiliki batas minimal maupun maksimal.

Hal ini berdasarkan dua alasan:

1. Dalil pertama adalah dari Al-Qur'an Allah berfirman, yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: 'Haid itu suatu kotoran.' Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada tempat keluarnya darah (farji), dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. "(Qs. Al-Baqarah: 222) Dalam ayat ini yang dijadikan Allah sebagai batas larangan adalah kesucian, bukan sehari-hari atau tiga hari, atau lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa illat (alasan) nya adalah ada atau tidaknya darah haid. Jadi, jika ada haid maka berlakulah hukum itu dan jika telah suci (tidak haid) maka tidak berlaku lagi hukum-hukum berkaitan dengan haid tersebut.

2. Dalil kedua adalah dari As-Sunnah Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu' anhu yang mendapatkan haid ketika dalam keadaan ihram untuk umrah, "Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan jama'ah haji, akan tetapi jangan melakukan thawaf di Ka'bah sebelum kamu suci. "Kata Aisyah," Setelah masuk hari raya kurban barulah aku suci. "

Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu' anhu, "Tunggulah. Jika kamu suci, maka keluarlah ke Tan'im. "

Dalam hadits tersebut yang dijadikan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan suatu masa tertentu. Ini menunjukkan bahwa hukum tersebut berkaitan dengan haid, yakni ada atau tidaknya.

Akhir masa haid wanita dapat ditentukan dengan dua cara:

1. ketika darah menstruasi telah berhenti, tandanya jika kapas dimasukkan ke dalam tempat keluarnya darah, kemudian dikeluarkan dalam keadaan bersih dan tidak ada bekas darah, cairan kekuningan, atau pun cairan kecoklatan.

2. ketika sudah terlihat atau keluar lendir putih agak keruh (قصة البيضاء).

Pada saat tersebut seorang wanita muslimah diwajibkan untuk segera mandi dan mengerjakan sholat jika telah masuk waktu sholat.

Darah Haid yang Terputus dan Istihadhah

Selama masa haid, terkadang darah keluar secara terputus-putus, yakni sehari keluar dan sehari tidak keluar. Dalam hal ini ada dua kondisi: - Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah (darah karena penyakit), dan berlaku baginya hukum istihadhah. - Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita tetapi kadangkala saja datang dan dia memiliki saat suci yang tepat. Maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Adapun penjelasan yang benar dalam masalah ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni, "Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka seyogyanya tidak diangap sebagai keadaan suci. Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan berkaitan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari tidak perlu diperhatikan dan inilah pendapat yang shahih, insyaa Allah. Alasannya adalah bahwa dalam keadaan keluarnya darah yang terputus-putus (sekali keluar dan sekali tidak) bila diwajibkan bagi wanita pada setiap saat terhenti keluarnya darah untuk mandi, tentu hal ini akan menyulitkan, padahal Allah berfirman, yang artinya: "Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. "(Qs. Al-Hajj: 78)

Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa dia suci. Misalnya, berhentinya darah tersebut terjadi pada akhir masa kebiasaan atau melihat lendir putih. " "Sehari" yang dimaksud pada penjelasan diatas adalah dua belas jam.

Adapun contoh kasus dalam masalah ini adalah:

Seorang wanita biasanya haid selama enam hingga tujuh hari setiap bulan. Pada hari ke-5 biasanya darah hanya akan keluar sedikit seperti noktah seukuran uang logam (berbekas pada pakaian dalamnya). Pada malam hari (saat aktivitas sedikit) darah tidak keluar. Pada hari ke-6 darah akan tetap keluar namun sangat sedikit. Dalam kasus ini, wanita tersebut belum dianggap suci pada malam di hari ke-5 karena menurut kebiasaan haidnya, pada hari-hari akhir haid darah hanya akan keluar pada pagi hingga sore hari (yaitu di saat dia banyak melakukan aktivitas). Kemudian pada pagi di hari ke-7 dia melakukan banyak aktivitas tetapi darah haid tidak lagi keluar sama sekali dan telah keluar pula lendir putih yang biasanya memang muncul jika masa haidnya telah selesai. Pada hari ke-7 itulah, wanita tersebut telah suci dari haid. Jika seorang wanita menemukan dirinya sudah suci dari haid, pada saat tersebut seorang wanita muslimah diwajibkan untuk segera mandi dan mengerjakan sholat jika telah masuk waktu sholat. Hal ini sekaligus merupakan nasehat agar para wanita tidak bermudah-mudah untuk meninggalkan sholat padahal dia telah suci, dengan alasan bahwa mereka belum mandi.

                                                                                                                                
Doa Agar Tidak Terlilit Utang

Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya ada seseorang yang terbunuh di jalan Allah, lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), sementara dia masih memiliki utang, dia tidak masuk surga sampai utangnya dilunasi.'"
(H.R. An-Nasa'i dan Ahmad; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

ما من أحد يدان دينا يعلم الله أنه يريد قضاءه إلا أداه الله عنه في الدنيا

"Tidaklah ada orang yang berutang, dan Allah mengetahui bahwa ia berniat melunasi utangnya, melainkan Allah akan melunasinya di dunia."
(H.R. An-Nasa'i dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa memohon perlindungan agar tidak terlilit utang. Di antara doa beliau,

اللَّهُمَّ إِنّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأثَمِ وَالـمَـغْــرَمِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan lilitan utang.”

Seorang sahabat bertanya, "Mengapa Anda, wahai Rasulullah, sering memohon perlindungan dari lilitan utang (dengan membaca doa di atas)?"

Beliau menjawab,

إن الرجل إذا غرم حدث فكذب ووعد فأخلف

“Sesungguhnya, apabila seseorang terlilit utang, jika dia berbicara maka dia berdusta dan jika dia berjanji maka dia ingkari.”
(H.R. Bukhari, no. 798)

hadis hadis part 4

KEUTAMAAN TASBIH, TAHMID TAHLIL DAN TAKBIR 

Dzikir adalah refleksi tertinggi dari ungkapan rasa syukur, maka tidaklah seseorang disebut bersyukur kalau dia tidak pernah berdzikir. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Wabil Ash-Shaib.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh apabila aku membaca: ‘Subhaanallah walhamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar’. Adalah lebih senang bagiku dari apa yang disinari oleh matahari terbit.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda :
“Perkataan yang paling disenangi oleh Allah adalah empat :
Subhaanallaah ,Alhamdulillaah ,Laa ilaaha illallaah dan
Allaahu Akbar. Tidak mengapa bagimu untuk memulai yang mana di antara kalimat tersebut.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: "Dua kalimat yang ringan di lisan tetapi berat dalam timbangan, dan sangat digemari Allah Yang Maha Rahman,yaitu: 'Shubhanallahi wa bihamdihi, Shubhanallahi al-adziim (Mahasuci Allah dengan segala pujian kepada-Nya, Mahasuci Allah yang Maha Agung).
HR Muslim, Al-Bukhari dan Ibnu Majah.

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat 
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya

Keutamaan Tasbih, Tahmid Tahlil dan Takbir 

Dzikir adalah refleksi tertinggi dari ungkapan rasa syukur, maka tidaklah seseorang disebut bersyukur kalau dia tidak pernah berdzikir. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al-Wabil Ash-Shaib.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh apabila aku membaca: ‘Subhaanallah walhamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar’. Adalah lebih senang bagiku dari apa yang disinari oleh matahari terbit.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda :
“Perkataan yang paling disenangi oleh Allah adalah empat :
Subhaanallaah ,Alhamdulillaah ,Laa ilaaha illallaah dan
Allaahu Akbar. Tidak mengapa bagimu untuk memulai yang mana di antara kalimat tersebut.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: "Dua kalimat yang ringan di lisan tetapi berat dalam timbangan, dan sangat digemari Allah Yang Maha Rahman,yaitu: 'Shubhanallahi wa bihamdihi, Shubhanallahi al-adziim (Mahasuci Allah dengan segala pujian kepada-Nya, Mahasuci Allah yang Maha Agung).
HR Muslim, Al-Bukhari dan Ibnu Majah.

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat 
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.



Hikmah Membunuh Cicak

Diriwayatkan dari Imam Ahmad, “Bahwasanya ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam api maka mulailah semua hewan melata berusaha memadamkannya, kecuali cicak, karena sesungguhnya cicak itu mengembus-embus api yang membakar Ibrahim.” (Imam Ahmad)

Cicak yang mengembus agar api semakin membesar terjadi pada masa Nabi Ibrahim. Apakah cicak termasuk hewan terkutuk sehingga ia tetap harus dibunuh hingga akhir zaman? Bukankah cicak mengurangi populasi nyamuk?

Terdapat banyak dalil yang memerintahkan kita untuk membunuh cicak, di antaranya:

Dari Ummu Syarik radhiallahu ‘anha; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau menyatakan, “Dahulu, cicak yang meniup dan memperbesar api yang membakar Ibrahim.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang membunuh cicak dengan sekali bantingan maka ia mendapat pahala sekian. Siapa saja yang membunuhnya dengan dua kali bantingan maka ia mendapat pahala sekian (kurang dari yang pertama), ….” (HR. Muslim).
Dalam riwayat Muslim; dari Sa’ad, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebut (cicak) sebagai hewan fasiq (pengganggu).
Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa membunuh cicak hukumnya sunnah, tanpa pengecualian.

Sikap yang tepat dalam memahami perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sikap “sami’na wa atha’na” (tunduk dan patuh sepenuhnya) dengan berusaha mengamalkan sebisanya. Demikianlah yang dicontohkan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum, padahal mereka adalah manusia yang jauh lebih bertakwa dan lebih berkasih sayang terhadap binatang, daripada kita. Di antara bagian dari sikap tunduk dan patuh sepenuhnya adalah menerima setiap perintah tanpa menanyakan hikmahnya. Dalam riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai pertanyaan sahabat tentang hikmah diperintahkannya membunuh cicak. Mereka juga tidak mempertanyakan status cicak zaman Ibrahim jika dibandingkan dengan cicak sekarang. Jika dibandingkan antara mereka dengan kita, siapakah yang lebih menyayangi binatang?

Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan bahwa perintah membunuh cicak tersebut tidak ada hikmahnya. Semua perintah dan larangan Allah ada hikmahnya. Hanya saja, ada hikmah yang zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang, dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak orang. Adapun terkait hikmah membunuh cicak, disebutkan oleh beberapa ulama sebagai berikut:

Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa cicak termasuk hewan kecil yang mengganggu.” (Syarh Shahih Muslim, 14:236)
Al-Munawi mengatakan, “Allah memerintahkan untuk membunuh cicak karena cicak memiliki sifat yang jelek, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu) menjadi besar.” (Faidhul Qadir, 6:193)
Hikmah yang disebutkan di atas, hanya sebatas untuk semakin memotivasi kita dalam beramal, bukan sebagai dasar beramal, karena dasar kita beramal adalah perintah yang ada pada dalil dan bukan hikmah perintah tersebut. Baik kita tahu hikmahnya maupun tidak.

Segala sesuatu memiliki manfaat dan madarat. Kita–yang pandangannya terbatas– akan menganggap bahwa cicak memiliki beberapa manfaat yang lebih besar daripada madaratnya. Namun bagi Allah–Dzat yang pandangan-Nya sempurna–hal tersebut menjadi lain. Allah menganggap madarat cicak lebih besar dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk membunuhnya. Siapa yang bisa dijadikan acuan: pandangan manusia yang serba kurang dan terbatas ataukah pandangan Allah yang sempurna?

Manakah yang lebih penting, antara mengamalkan perintah syariat atau melestarikan hewan namun tidak sesuai dengan perintah syariat? Orang yang kenal agama akan mengatakan, “Mengamalkan perintah syariat itu lebih penting. Jangankan, hanya sebatas cicak, bila perlu, harta, tenaga, dan jiwa kita korbankan demi melaksanakan perintah jihad, meskipun itu adalah jihad yang sunnah.”




Termasuk do’a yang selalu diamalkan Nabi shollallaahu ‘alayhi wa’alaa aalihi wasallam pada PAGI HARI


yaitu yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan Ibnu Majah dari hadits Ummu Salamah rodhiyallaahu ‘anha, bahwa Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wa’alaa aalihi wasallam ketika selesai salam dalam sholat shubuh beliau membaca;

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Allaahumma inniy as-aluka 'ilman naafi'an, warizqon thoyyiban, wa'amalan mutaqobbalan

“Yaa Allaah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan baik serta amalan yang diterima oleh-Mu.”
{Musnad Imam Ahmad,6/322. Sunan Ibnu Majah,no.925. Dan shohih Ibnu Majah,no.753.}

Siapa yang merenungkan do’a yang agung ini, niscaya dia tahu bahwa mengamalkannya pada waktu tersebut sangat tepat, karena pagi merupakan permulaan hari, dan bagi seorang muslim, tidak ada obsesi apapun pada hari itu selain merealisasikan tujuan-tujuan mulia tersebut. Yaitu ILMU YANG BERMANFAAT, RIZKI YANG BAIK dan AMAL YANG SELALU DITERIMA-NYA. Ketika dia membuka harinya dengan tiga permintaan ini seakan-akan dia membatasi harapan dan tujuannya. Dan tidak diragukan lagi, hal ini akan membuat hati manusia semakin lapang dan tujuan hidupnya semakin terarah dengan baik.

Berbeda dengan mereka yang memulai paginya tanpa mengetahui tujuan hidup yang dia harap untuk dijalankan dalam hidupnya. Para praktisi pendidikan menyarankan agar setiap orang menentukan tujuan pada setiap aktivitas yang dilakukan agar tujuan lebih mudah dicapai, lebih terhindar dari kekacauan, dan lebih terarah. Sekali lagi tidak diragukan lagi jika seseorang yang menentukan tujuan hidupnya dengan tujuan tertentu akan lebih sempurna dibandingkan dengan yang tidak melakukannya.

Bagi seorang muslim dalam menjalankan hari-harinya tidak boleh meremehkan hal itu bahkan dia harus memiliki tujuan-tujuan hidup agar mendapatkan tiga hal di atas dan menyempurnakannya dalam kehidupan dan mendapatkannya dengan cara yang terbaik.

Oleh karena itu, betapa indahnya hari yang diawali dengan menentukan tiga tujuan hidup kita ini. Yang dengannya kehidupan akan lebih terarah dengan baik.

Kemudian seseorang yang diawal harinya menentukan tiga hal ini bukan berarti ia membatasi tujuan hidupnya, namun dia bermaksud untuk merendahkan diri kepada Allah ‘Azza wajalla, memohon perlindunganNya agar senantiasa diberi karunia oleh Allah untuk mendapatkan tiga tujuan yang mulia tersebut. Karena tiada daya dan kekuatan, tiada kemampuan baginya untuk mendatangkan kebaikan atau menolak bahaya kecuali atas izin Allah ‘Azza wajalla, maka kepadaNya dia memohon perlindungan, pertolongan dan juga kepadaNya dia menyerahkan diri dan tawakkal.

{Dikutip dari bagian ketiga kitab “Fiqh Al-Ad’iyah wa Al-Adzkar”, Asy-Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘AbdilMuhsin Al-Abbad Al-Badr. Buku edisi terjemah: Berjuta manfaat dalam sebaris do’a, penerbit Perisai Quran.}


                                                                                                   
Riak-riak Rumah Tangga Rasulullah Muhammad SAW

Sejarah kehidupan Rasulullah SAW dengan istri-istrinya merupakan teladan bagi setiap muslim dan muslimah. Terhadap teladan ini kita berkewajiban mengambil hikmah dan pelajaran dan menjadikannya pelita untuk menerangi setiap sudut kehidupan. Namun demikian,dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW yang ideal itu ternyata juga tak luput dari selisih paham. Ini artinya bahwa Rasulullah SAW adalah manusia dengan segala kekurangannya, juga istri-istrinya. Wajar bila dalam kehidupan mereka sering didera permasalahan dan terjadi selisih pendapat seperti halnya yang terjadi dalam kehidupan anak Adam lainnya.

Sebagai gambaran, Rasulullah Muhammad SAW manusia yang paling dicintai Allah pernah berkata kepada Aisyah r.a, istri yang paling dicintainya “Sungguh aku tahu kapan engkau rela dan kapan engkau marah kepadaku”
Aisyah bertanya “Darimana engkau tahu?”
Rasulullah SAW menjawab “Bila engkau rela, maka engkau akan mengatakan `Tidak demi Rabb Muhammad, dan ketika engkau marah, engkau mengatakan `Tidak, demi Rabb Ibrahim”
Aisyah pun berkata “Benar, Demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak menghindar kecuali menyebut namamu saja”(HR. Bukhari dan Muslim).
Ini artinya bahwa Aisyah r.a menghindar untuk menyebut nama Rasulullah SAW hanya ketika marah saja, namun sebenarnya hatinya tetap mencintainya. Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa perselisihan suami istri terjadi pula di dalam rumah tangga Nabi SAW sehingga salah satu diantara mereka marah atau keduanya. Tapi itu kemarahan yang hanya sementara yang kemudian hilang, tidak berlanjut hingga saling membenci dan bertengkar seperti sering kita saksikan pada saat ini. Rasulullah SAW selalu memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan seperti “Ya Aisy”, “Ya Uwaisy” atau “Ya Humaira” untuk membuat hatinya tersanjung.

Dilain hari pernah terjadi pertengkaran antara Nabi SAW dengan istri-istrinya r.a dalam hal nafkah. Istri-istri Rasulullah meminta tambahan nafkah dan kesenangan lainnya, tapi Nabi tidak memilikinya, padahal Beliau SAW selalu memberikan apa saja yang dimilikinya. Diriwayatkan dari Jabir r.a ia berkata “Suatu hari Abu Bakar r.a datang ke rumah Nabi SAW dan mendapati para sahabat sedang duduk di depan rumah Nabi. Tak seorang pun diizinkan masuk. Rasulullah SAW mengizinkan Abu Bakar masuk. Kemudian datang Umar bin Khattab dan minta izin masuk. Rasulullah SAW mengizinkannya. Mereka mendapati Nabi SAW sedang duduk dan istri-istrinya di sekelilingnya. Rasulullah SAW diam membisu. Kemudian Umar berkata “Sungguh aku akan menceritakan sesuatu yang akan membuat Nabi tersenyum. Sungguh aku akan mengatakannya agar beliau tertawa, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang puteri si Zaid itu(istri Umar bin Khattab r.a sendiri) yang baru saja merengek minta nafkah kepadaku. Karena jengkel aku cekik saja lehernya”

Nabi pun tersenyum hingga tampak gerahamnya dan berkata “Kau lihat sendiri mereka istri-istriku yang ada di sekelilingku juga minta tambahan nafkah kepadaku”. Kemudian Abu Bakar r.a berdiri dan berjalan kearah Aisyah lalu mencekiknya. Demikian juga Umar berdiri dan berjalan kearah Hafshah lalu mencekiknya. Keduanya mengatakan “Apakah kalian tega merengek meminta kepada Rasulullah SAW apa yang tidak beliau miliki”.
Kemudian Rasulullah SAW menjauh dari istri-istrinya selama satu bulan atau dua puluh sembilan hari hingga turunlah ayat “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, `Jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya aku berikan kepada kalian mut`ah dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki kerelaan Allah dan RasulNya serta kesenangan akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantara kalian pahala yang besar” (QS Al Ahzab ayat 28-29)

Masih dari Jabir r.a ia berkata “Pertama-tama Rasulullah menyapa Aisyah r.a `Wahai Aisyah akan aku tunjukkan kepadamu satu hal, tapi aku tidak ingin engkau tergesa-gesa memutuskannya hingga engkau membicarakannya terlebih dahulu dengan orang tuamu`
“Apa gerangan wahai Rasulullah?” Tanya Aisyah.
Kemudian Rasulullah SAW membacakan ayat diatas. Dan Aisyah pun balik bertanya “Apakah dalam masalah ini aku harus membicarakannya terlebih dahulu kepada orangtuaku wahai Rasulullah? Aku pasti lebih memilih Allah,RasulNya dan kehidupan akhirat, dan aku memintamu agar tidak memberitahukan apa yang aku katakan ini kepada istri-istrimu yang lain”
Rasulullah SAW berkata “Jika mereka bertanya maka aku akan mengatakannya. Karena Allah tidak mengutusku untuk membuat kesusahan dan mencari kesalahan, tetapi mengutusku sebagai pengajar yang memberikan kemudahan” (HR Muslim).






Sudah Selayaknya Kita Mengajarkan Doa Ini Untuk Istri Kita

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘ahuma adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.

Meski demikian, saat beliau shallallahu ‘alaihi wa salam wafat, beliau tidak mewariskan harta kekayaan kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau hanya mewariskan ilmu syariat dan akhlak pergaulan yang sangat berkesan bagi Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Di antara ilmu yang beliau wariskan kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah doa-doa penting untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengajarkan kepadanya doa berikut ini yang kami kutip dari arrahmah.com:

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu seluruh kebaikan, yang disegerakan (di dunia) maupun yang diakhirkan (di akhirat), yang saya ketahui maupun yang tidak saya ketahui.

Dan aku berlindung kepada-Mu dari seluruh keburukan, yang disegerakan (di dunia) maupun yang diakhirkan (di akhirat), yang saya ketahui maupun yang tidak saya ketahui.

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dari kebaikan-kebaikan yang pernah dimintakan oleh hamba-Mu dan nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam kepada-Mu.

Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan-keburukan yang hamba-Mu dan nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam berlindung kepada-Mu darinya.

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan segala hal yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.

Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan segala hal yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.

Dan aku memohon kepada-Mu agar menjadikan setiap ketetapan (takdir) yang Engkau tetapkan untukku sebagai (takdir) kebaikan.” (HR. Ahmad no. 25019, Ibnu Majah no. 3846, Ibnu Abi Syaibah no. 29345, Ibnu Hibban no. 869, Abu Ya’la no. 4473 dan Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar no. 6026. Hadits shahih)

Sebuah doa yang sangat indah dan memuat semua hal yang kita butuhkan dalam kehidupan kita, di dunia maupun di akhirat kelak.

Jika kita seorang suami, sudah selayaknya kita ajarkan doa ini kepada istri kita.

Jika kita seorang istri, sudah selayaknya kita ajarkan doa ini kepada suami kita.

Jika kita seorang orang tua, sudah selayaknya kita ajarkan doa ini kepada anak kita.

Jika kita seorang anak, sudah selayaknya kita ajarkan doa ini kepada orang tua kita.

Jika kita seorang guru, sudah selayaknya kita ajarkan doa ini kepada murid kita.

Jika kita seorang muslim, sudah selayaknya kita ajarkan doa ini kepada sesama muslim.





DEBAT ILMUAWAN ATHEIS DENGAN ABU HANIFAH r.a ...

Dikisahkan ada sekelompok ilmuwan besar athéis bangsa Romawi, hendak beradu argumentasi dengan para ulama disebuah masjid. Tujuannya ingin menjatuhkan dan mempermalukan Islam dikalangannya sendiri.

Setelah dilihatnya masjid telah dipenuhi orang banyak, naiklah salah seorang dari ilmuwan kafir itu keatas mimbar dan mulai menantang umat untuk berdebat soal keberadaan Allah.

Diantara yang hadir bangkit seorang pemuda dari antara shaf-shaf itu, dialah Abu Hanifah ra muda, Beliau melangkah menuju mimbar dan berkata;

"Perkenankan saya Abu Hanifah ingin bertukar pikiran dengan tuan-tuan"

Sambil berusaha menguasai suasana, dengan kerendahan hati Abu Hanifah berkata, "Baiklah sekarang apa yang akan kita perdebatkan."

Para ilmuwan kafir itu heran sekaligus kagum akan keberanian Abu Hanifah, karena beliau hanya sendiri, sementara mereka ada beberapa orang.

Mulailah para athéis mengajukan pertanyaannya, yang dibagi dalam 6 kategori: ..

1. Kapan Allah ada? ..
2. Maksud Allah Menghadapkan WajahNya ..
3. Zat Allah SWT ..
4. Dimana Allah berada? ..
5. Takdir Allah SWT ..
6. Bukti Adanya Allah ..

1. KAPAN ALLAH ADA?

Atheis: Pada tahun berapa Robbmu dilahirkan?

Abu Hanifah: Allah berfirman: “Dia (Allah) tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.”

Atheis: Pada tahun berapa Dia berada?
Abu Hanifah: Dia berada sebelum adanya sesuatu.

Atheis: Tolong berikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah: Angka berapa sebelum angka empat?

Atheis: Angka tiga
Abu Hanifah: Angka berapa sebelum angka tiga?

Atheis: Angka dua
Abu Hanifah: Angka berapa sebelum angka dua?

Atheis: Angka satu
Abu Hanifah: Angka berapa sebelum angka satu?

Atheis: Tidak ada angka (nol).

Abu Hanifah: Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa kalian heran kalau sebelum Allah Yang Maha Satu yang hakiki, tidak ada yang mendahului-Nya?

2. MAKSUD ALLAH MENGHADAPKAN WAJAHNYA ..?

Atheis: Kemana Robbmu menghadapkan wajahnya?

Abu Hanifah: Kalau kalian membawa lampu di gelapnya malam, kemana lampu itu menghadapkan wajahnya?

Atheis: Ke seluruh penjuru.

Abu Hanifah: Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma
buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta′ala, Nur dari segala cahaya langit dan bumi?

3. ZAT ALLAH SWT ..?

Atheis: Tunjukkan kepada kami tentang zat Robbmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau cair seperti air, atau menguap seperti gas?

Abu Hanifah: Pernahkah kalian mendampingi orang sakit yang akan meninggal?

Atheis: Ya, pernah.

Abu Hanifah: Semula ia berbicara dengan kalian dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam dan tidak bergerak. Nah, apa yang menimbulkan perubahan itu?

Atheis: Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.

Abu Hanifah: Apakah waktu keluarnya roh itu kalian masih ada disana?

Atheis: Ya, kami masih ada

Abu Hanifah: Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat, seperti besi, atau cair seperti air, atau menguap seperti gas?

Atheis: Entahlahlah kami tidak tahu.

Abu Hanifah: Kalau kalian tidak bisa mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah mahluk, bagaimana kalian bisa memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta′ala?!!

4. DIMANA ALLAH BERADA ..?

Atheis: Dimana kira-kira Robbmu itu berada?

Abu Hanifah: Kalau kami membawa segelas susu segar ke sini, apakah kalian yakin kalau dalam susu itu terdapat lemak?

Atheis: Tentu.

Abu Hanifah: Tolong perlihatkan padaku, dimana adanya lemak itu?
Atheis: Membaur dalam seluruh bagian susu.

Abu Hanifah: Kalau lemak yang termasuk mahluk itu, tidak mempunyai tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak kalian meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta′ala?

5. TAKDIR ALLAH SWT ..

Atheis: Kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa kegiatan Robbmu kini?

Abu Hanifah: Ada pekerjaanNya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan.

Atheis: Kalau orang masuk syurga ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?

Abu Hanifah: Hitungan angka pun ada awalnya tapi tidak ada akhirnya.

Atheis: Bagaimana kita bisa makan dan minum disyurga tanpa buang air besar dan kecil?

Abu Hanifah: Kalian sudah mempraktekkannya ketika kalian berada di dalam perut ibu kalian. Hidup dan makan-minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita lakukan hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.

Atheis: Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dengan dinafkahkan?

Abu Hanifah: Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan ilmu kita semakin berkembang dan tidak berkurang.

6. BUKTI ADANYA ALLAH ..?

Atheis: Perlihatkan bukti keberadaan Robbmu kalau memang dia ada

Abu Hanifah ra mengambil tanah liat, lalu dilemparkannya tanah liat itu ke kepala orang atheis itu .

Para hadirin gelisah melihat peristiwa itu, khawatir terjadi keributan, tetapi Abu Hanifah menjelaskan bahwa hal ini dalam rangka untuk menjelaskan jawaban yang di minta kepadanya. Hal ini membuat orang atheis mengenyitkan dahi,

Abu Hanifah: Apakah lemparan itu menimbulkan rasa sakit di kepala anda?

Atheis: Ya, tentu saja.

abu hanifah: Dimana letak sakitnya?
Atheis: Ya, ada pada luka ini.

Abu Hanifah: Tunjukkanlah padaku bahwa sakitnya itu memang ada, baru aku akan menunjukkan kepadamu dimana Robbku!

Orang atheis itu tidak menjawab tentu saja tidak bisa menunjukkan rasa sakitnya, karena itu adalah suatu rasa dan ghaib tapi rasa sakit itu memang ada.

Atheis: Baik dan buruk sudah ditakdirkan sejak awal, tetapi kenapa ada pahala dan siksa?

Abu Hanifah: Kalau anda sudah mengerti bahwa baik dan buruk itu bagian dari takdir, mengapa anda kini menuntut aku agar di hukum karena melempar tanah liat ke dahi anda? Bukankah perbuatan itu bagian dari takdir?

... Akhir perdebatan itu para ilmuwan besar atheis tersebut masuk Islam di tangan Imam Abu Hanifah ra .. Subhanllah .. Allahu Akbar! ...

Wallahu’alam bishshawab, ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...

hadis hadis bagian 3

Hak-Hak Isteri Atas Suami

KITAB NIKAH

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Hak-Hak Suami Isteri
Keluarga diibaratkan seperti batu bata pertama dalam sebuah bangunan masyarakat. Apabila keluarga baik, maka masyarakat pun akan ikut menjadi baik dan sebaliknya jika keluarga rusak, maka masyarakat akan menjadi rusak pula. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian kepada urusan keluarga dengan perhatian yang sangat besar, sebagaimana Islam juga mengatur hal-hal yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagiaan keluarga tersebut.

Islam mengibaratkan keluarga seperti suatu lembaga yang berdiri di atas suatu kerjasama antara dua orang. Penanggung jawab yang pertama dalam kerjasama tersebut adalah suami. Allah berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). " [An-Nisaa’: 34]

Islam menentukan hak-hak di antara keduanya yang dengan menjalankan hak-hak tersebut, maka akan tercapai ketenteraman dan keberlangsungan lembaga. Islam menyuruh keduanya agar menunaikan apa yang menjadi kewajibannya dan tidak mempermasalahkan beberapa kesalahan kecil yang mungkin saja terjadi.

Hak-Hak Isteri Atas Suami
Allah Ta’ala berfirman:

نْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. " [Ar-Ruum: 21]

Rasa cinta dan kasih sayang yang terjadi di antara suami isteri nyaris tidak dapat ditemukan di antara dua orang mukmin. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan senang jika cinta dan kasih sayang tersebut selalu ada dan langgeng pada setiap pasangan suami isteri. Oleh karena itu, Dia Subhanahu wa Ta'ala menentukan beberapa hak bagi mereka yang dapat menjaga dan memelihara rasa cinta dan kasih sayang tersebut dari kesirnaan. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf." [Al-Baqarah: 228] *

Hal ini merupakan suatu kaidah menyeluruh yang mengatakan bahwasanya seorang wanita memiliki kesamaan dengan laki-laki dalam semua hak, kecuali satu perkara yang diungkapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan firman-Nya :

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

"Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya." [Al-Baqarah: 228]

Dan hak-hak isteri maupun kewajiban-kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf telah diketahui di kalangan masyarakat dan apa yang berlaku pada ‘urf (kebiasaan) masya-rakat itu mengikuti syari’at, keyakinan, adab dan kebiasaan mereka. Hal ini akan menjadi tolak ukur pertimbangan bagi suami dalam memperlakukan isterinya dalam keadaan apa pun. Jika ingin meminta sesuatu kepada isterinya, suami akan ingat bahwa sesungguhnya ia mempunyai kewajiban untuk memberikan kepada isteri sesuatu yang semisal dengan apa yang ia minta. Oleh karena itu, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Sesungguhnya aku berhias diri untuk isteriku sebagaimana ia menghias diri untukku.”[1]

Seorang mukmin yang hakiki akan mengakui adanya hak-hak bagi isterinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf."

Dan juga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.”[2]

Dan seorang mukmin yang paham, ia akan selalu berusaha untuk memenuhi hak-hak isterinya tanpa melihat apakah haknya sudah terpenuhi atau belum, karena ia sangat menginginkan kelanggengan cinta dan kasih sayang di antara mereka berdua, sebagaimana ia juga akan selalu berusaha untuk tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi syaitan yang selalu ingin memisahkan mereka berdua.

Sebagai bentuk pengamalan hadits “ad-Diinun Nashiihah” (agama adalah nasihat), kami akan menyebutkan apa saja hak-hak isteri atas suami yang kemudian akan dilanjutkan dengan penjelasan tentang hak-hak suami atas isteri dengan harapan agar para pasangan suami isteri paham dan kemudian mau saling nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.

إِنَّ لِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا.

“Sesungguhnya isteri-isteri kalian memiliki hak atas kalian”

Di antara hak isteri adalah:
1. Suami harus memperlakukan isteri dengan cara yang ma’ruf, karena Allah Ta’ala telah berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." [An-Nisaa’: 19]

Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperin-tahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam mendidik isteri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (isteri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." [An-Nisaa: 34]

Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab:

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.

“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” [3]

Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap isteri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya.” [4]

Sikap memuliakan isteri menunjukkan kepribadian yang sempurna, sedangkan sikap merendahkan isteri adalah suatu tanda akan kehinaan orang tersebut. Dan di antara sikap memuliakan isteri adalah dengan bersikap lemah lembut dan bersenda gurau dengannya. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu bersikap lemah lembut dan berlomba (lari) dengan para isterinya. ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengajakku lomba lari dan akulah yang menjadi pemenangnya dan setiap kami lomba lari aku pasti selalu menang, sampai pada saat aku keberatan badan beliau mengajakku lari lagi dan beliaulah yang menang, maka kemudian beliau bersabda, ‘Ini adalah balasan untuk kekalahanku yang kemarin.’” [5]

Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menganggap setiap permainan itu adalah bathil kecuali jika dilakukan dengan isteri, beliau bersabda:

كُلُّ شَيْئٍ يَلْهُوْبِهِ ابْنُ آدَمَ فَهُوَ بَاطِلٌ إِلاَّ ثَلاَثًا: رَمْيُهُ عَنْ قَوْسِهِ، وَتَأْدِيْبُهُ فَرَسَهُ، وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ، فَإِنَّهُنَّ مِنَ الْحَقِّ.

“Segala sesuatu yang dijadikan permainan bani Adam adalah bathil kecuali tiga hal: melempar (anak panah) dari busurnya, melatih kuda dan bercanda dengan isteri, sesungguhnya semua itu adalah hak.” [6]

2. Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.

“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” [7]

Di dalam hadits yang lain beliau juga pernah bersabda:

اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.

“Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada isteri dengan baik.” [8]

Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya, namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.” Dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan bahwa para isteri beliau pernah protes, bahkan salah satu di antara mereka pernah mendiamkan beliau selama sehari semalam.” [9]

3. Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.

Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya, karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya. Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ

"Para lelaki adalah pemimpin bagi para wanita." [An-Nisaa’: 34]

Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

“Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” [10]

4. Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis ta’lim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." [At-Tahrim: 6]

Dan isteri adalah termasuk dalam golongan al-Ahl (keluarga). Kemudian menjaga diri dan keluarga dari api Neraka tentunya harus dengan iman dan amal shalih, sedangkan amal shalih harus didasari dengan ilmu dan pengetahuan supaya ia dapat menjalankannya sesuai dengan syari'at yang telah ditentukan.

5. Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." [Thaahaa: 132]

6. Suami mau mengizinkan isteri keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjama’ah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj (berhias) atau sufur. Sebagaimana ia juga harus dapat melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta memperingatkannya agar tidak ikhtilath dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya menonton televisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang diharamkan.

7. Suami tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah J melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Asma' binti Yazid Radhiyallahu anhuma :

Bahwasanya pada suatu saat ia bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat dari kalangan laki-laki dan para wanita sedang duduk-duduk. Beliau bersabda, “Apakah ada seorang laki-laki yang menceritakan apa yang telah ia lakukan bersama isterinya atau adakah seorang isteri yang menceritakan apa yang telah ia lakukan dengan suaminya?”

Akan tetapi semuanya terdiam, kemudian aku (Asma’) berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka semua telah melakukan hal tersebut.” Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melakukannya, karena sesungguhnya yang demikian itu seperti syaitan yang bertemu dengan syaitan perempuan, kemudian ia menggaulinya sedangkan manusia menyaksikannya.” [11]

8. Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua dan anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka. Seperti halnya pada saat Sulhul Hudaibiyah (perjanjian damai Hudaibiyyah), setelah beliau selesai menulis perjanjian, beliau bersabda kepada para Sahabat:

قُوْمُوْا فَانْحَرُوْا، ثُمَّ احْلِقُوْ.

“Segeralah kalian berkurban, kemudian cukurlah rambut-rambut kalian.”

Akan tetapi tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah Rasululah Shaallallahu 'alaihi wa sallam sampai beliau mengulangi perintah tersebut tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah tersebut, beliau masuk menemui Ummu Salamah Radhiyallahu anha kemudian menceritakan apa yang telah terjadi. Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukan perintahmu? Keluarlah dan jangan berkata apa-apa dengan seorang pun sampai engkau menyembelih binatang kurbanmu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.” Maka beliau keluar dan tidak mengajak bicara seorang pun sampai beliau melakukan apa yang dikatakan oleh isterinya. Maka tatkala para Sahabat melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah, mereka bergegas untuk menyembelih hewan-hewan kurban, mereka saling mencukur rambut satu sama lain, sampai-sampai hampir saja sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya. [12]

Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kebaikan yang banyak bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui pendapat isterinya yang bernama Ummu Salamah. Sangat berbeda dengan contoh-contoh kezhaliman yang dilakukan oleh sebagian orang, serta slogan-slogan yang melarang keras bermusyawarah dengan isteri. Seperti perkataan sebagian dari mereka bahwa, “Pendapat wanita jika benar, maka akan membawa kerusakan satu tahun dan jika tidak, maka akan membawa kesialan seumur hidup.”

9. Suami harus segera pulang ke rumah isteri setelah shalat ‘Isya'. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut berlangsung lama dan sering berulang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingkari apa yang telah dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma karena lamanya bergadang (beribadah) malam dan menjauhi isterinya, kemudian beliau bersabda:

إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.

“Sesungguhnya isterimu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan.” [13]

10. Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang yang demikian. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى أَحَدِهِمَا دُوْنَ اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.

“Barangsiapa yang memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan miring sebelah.”[14]

Demikianlah sejumlah hak para isteri yang harus ditunaikan oleh para suami. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam usaha memenuhi hak-hak isteri tersebut. Sesungguhnya dalam memenuhi hak-hak isteri adalah salah satu di antara sebab kebahagian dalam kehidupan berumah tangga dan termasuk salah satu sebab ketenangan dan keselamatan keluarga serta sebab menjauhnya segala permasalahan yang dapat mengusik dan menghilangkan rasa aman, tenteram, damai, serta rasa cinta dan kasih sayang.

Kami juga memperingatkan kepada para isteri agar mau melupakan kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah ia menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri untuk suami, karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
* Ini adalah kalimat yang sekalipun ringkas, tetapi bisa mencakup apa yang tidak tercakup oleh penjelasan yang rinci, kecuali dengan kitab yang besar.
[1]. Ibnu Jarir (II/453).
[2]. Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1501)], Sunan at-Tirmidzi (II/315, no. 1173), Sunan Ibni Majah (I/594, no. 1851)
[3]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1500)], Sunan Abi Dawud (VI/ 180, no. 2128), Sunan Ibni Majah (I/593, no. 1850).
[4]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 928)], Sunan at-Tirmidzi (II/315, no. 1172).
[5]. Shahih: [Aadaabuz Zifaaf, hal. 200], Sunan Abi Dawud (VII/243, no. 2561).
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4532)], Sunan an-Nasa-i dalam al-‘Usyrah (Qof II/74), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir (II/89, no. 1), Abu Nu’aim dalam Ahaadiits Abil Qasim al-‘Asham (Qof XVIII/17).
[7]. Shahih [Aadaabuz Zifaaf, hal. 199], Shahiih Muslim (II/1091, no. 469).
[8]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/253, no. 5186), Shahiih Muslim (II/1091, no. 1468 (60)).
[9]. Mukhtashar Minhaajul Qaashidiin (Hal. 78 dan 79).
[10]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (II/380, no. 893), Shahiih Muslim (III/1459, no. 1829).
[11]. Shahih: [Aadaabuz Zifaaf, hal. 72].
[12]. Shahih: Shahiih al-Bukhari (V/329, no. 2731 dan 2732).
[13]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/217-218, no. 1975), Shahiih Muslim (III/813, no. 1159 (182)), Sunan an-Nasa-i (IV/211).
[14]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2017)], [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1603)], Sunan Abi Dawud (VI/171, no. 2119), Sunan at-Tirmidzi (II/ 304, no. 1150), Sunan an-Nasa-i (VII/63), Sunan Ibni Majah (I/633, no. 1969) dengan lafazh yang berbeda namun saling berdekatan. 

Sumber:Almanhaj.or.id




Do'a Sayyidul Istighfar (Rajanya Istighfar),

yuk kita amalkan pagi dan petang secara rutin...

Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Sayyidul istighfar adalah engkau mengucapkan:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ، وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّمَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أِنْتَ.

Allohumma anta robbii laa ilaha illa anta, kholaqtanii, wa ana 'abduka, wa ana 'ala 'ahdika, wa wa’dika mastatho’tu, a'udzubika min syarrimaa shona'tu, abuu ulaka bini'matika 'alayya wa abuu ulaka bidza(n)bii faghfirlii fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.

"Yaa Allah...
Engkaulah Rabb-ku...
Tidak ada satupun tuhan yang berhak diibadahi melainkan Engkau...
Engkaulah yang telah menciptakanku...
Dan aku adalah hamba-Mu...
Dan aku di atas perjanjian-Mu dan janji-Mu semampuku...
Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang aku lakukan...
Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku...
Dan mengakui dosaku (kepada-Mu)...
Maka ampunkanlah aku...
Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau."

Maka barang siapa yang mengucapkannya di waktu pagi dan meyakininya, lalu dia mati pada harinya itu sebelum petang, maka dia termasuk penghuni Surga. Dan barang siapa yang mengucapkannya di waktu petang dengan meyakininya, lalu dia mati pada harinya itu sebelum pagi, maka dia termasuk penghuni Surga."

Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6306 dan 6323), at-Tirmidzi (no. 3393), an-Nasa’i (no. 5522) dan lain-lain.


SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH

1. Menutup seluruh tubuh. Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ

جَلَابِيبِهِنَّ

“Hai Nabi, katakan ke istri-istrimu, anak-anak wanitamu & istri-istrinya mukminin, ulurkanlah jilbabnya ke seluruh tubuh.” [Al-Ahzab: 59]

2. Bukan perhiasan. Allah ta’ala berfirman,

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ

”Dan janganlah para wanita menampakkan perhiasannya kecuali ke suami-suaminya...” [An-Nur: 31]

3. Tidak ketat/tipis. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا

وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَات

“Dua golongan ahli neraka yang belum aku lihat ...dan wanita-wanita berpakaian tapi telanjang...” [Muslim, Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

4. Tidak memakai wewangian. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ وَكُلُّ عَيْنٍ

زَانِيَةٌ

“Wanita mana saja yang memakai wewangian agar kaum pria mencium harumnya, ia pezina.” [An-Nasai, Abu Musa radhiyallahu’anhu]

5. Tidak seperti pakaian wanita kafir/fasik. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapa menyerupai suatu kaum, ia bagian dari mereka.” [Abu Daud, Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

6. Tidak seperti pakaian pria. Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ

وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melaknat pria menyerupai wanita & wanita menyerupai pria.” [Al-Bukhari]

7. Bukan pakaian ketenaran. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ

“Siapa memakai pakaian ketenaran, Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan di hari kiamat." [Ibnu Majah, Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma]

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat 
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.




Cara Melakukan Sholat Taubat Nasuha

Taubat Nasuha Dan Cara Melakukan Sholat Taubat
 


Sebanyak apapun dosa seorang hamba, ampunan Allah masih lebih luas. Dan dalam Islam seluas-luas pintu adalah pintu taubat. Allah SWT tidak akan jemu untuk mengampuni hambaNya selagi hambNya percaya bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan Yang Maha Mengampuni hambaNya.
Pasti banyak diantara kita yang pernah melakukan dosa. Bahkan dosa besar. Dan di antara kita juga, mungkin banyak yang ingin bertobat namun tidak tahu ke mana arah untuk mencari petunjuk. Bagaimana cara bertaubat juga tidak tahu. Mendekatlah dengan orang-orang saleh, jagalah shalat, dan bacalah Al-Quran.

Allah swt selalu memerintahkan kita supaya bertaubat, sebagaimana firman-Nya yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya (nasuha)." (At-Tahrim: 8.)
Allah telah membuka pintu harapan kepada hamba-hambaNya: "Katakanlah; wahai hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "(Az-Zumar: 53)
Orang yang benar-benar mau bertaubat, harus memenuhi syarat taubat:
1. Ikhlas ingin bertobat
2. Tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi
3. Menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan
4. Harus memiliki tekad di dalam hati tidak akan melakukan dosa itu untuk selama-lamanya
5. Dikerjakan sebelum ajal tiba
Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, maka taubat yang dilakukan itu tidaklah sah. Jika dosanya itu berkaitan dengan manusia yang lain, maka syaratnya ditambah lagi, yaitu harus dapat membebaskan diri dari hak orang yang terkait. Contohnya jika hal itu berbentuk harta, harus dikembalikan. Jika berbentuk hukuman, ia harus menyerahkan diri mohon dimaafkan. Jika hal itu berupa cacian dan sebagainya, maka ia harus memohon keredhaannya.
Waktu melakukan taubat:
Taubat tidak bisa diundur-undur atau ditunda. Karena jika demikian ia sangat berbahaya bagi hati manusia. Jika tidak segera menyucikan diri sedikit demi sedikit, maka pengaruh dosa itu akan bertumpuk-tumpuk, dan akhirnya akan merusak hati sehingga tertutup dari cahaya kebenaran.
Di antara penyebab yang akan membangkitkan jiwa bertaubat seseorang itu adalah jiwa yang selalu mengingati hari kematian dan hidup sendirian di dalam kubur. Kata-kata mati adalah sesuatu yang sangat menakutkan kebanyakan manusia. Kematian berarti berpisah dengan segala yang disayangi atau dicintai. Hari terputusnya segala nikmat. Sedangkan berpisah sebentar saja dengan anak atau istri, dapat mengalirkan air mata kesedihan, apa lagi berpisah untuk selamanya
Firman Allah: "Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula." (Az-Zumar: 30)
Di samping mengingat tentang azab penderitaan yang bakal dihadapi oleh orang-orang yang berdosa mengingat kenikmatan syurga yang bakal ditempati oleh orang-orang yang soleh juga akan dapat membangkitkan keinginan jiwa untuk melakukan taubat dengan segera.
Melaksanakan shalat taubat:
Melaksanakan shalat taubat ini sama dengan shalat biasa, yaitu setelah berwudhu dengan sempurna, lalu berdiri di tempat yang suci, menghadap kiblat;
1. Sholat taubat dillakukan secepatnya setelah seseorang melakukan dosa. Atau ketika ada sudah ada kesadaran dalam hati tentang perbuatan dosanya. Jangan ditunda-tunda. Sebaiknya dilakukan pada 2/3 malam (pukul 2 pagi ke atas), saat Qiyamullail


2. Lafadz niat: "Aku niat shalat sunnah taubat dua rakaat karena Allah Ta'ala./

أصلّي سنّة التوبة ركعتين لله تعالى" (Cukup di dalam hati, ada perdebatan ulama 'tentang 

lafaz niat dlm ibadah - )


3. Rakaat pertama membaca (disunatkan membaca doa Iftitah) kemudian surah Al-Fatihah. Setelah itu bisa membaca surat apa saja surat dalam al-Quran.


4. Rakaat kedua membaca surah Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat apa saja dalam al-Quran.


5. Saat sujud akhir rakaat kedua, ucapkanlah Doa Nabi Yunus sebanyak 40 kali (bersungguh-sungguh di dalam hati memohon keampunan dari Allah Ta'ala),


لَاإِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظّالِمِيْنَ


Artinya: "Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau Ya Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. "


6. Setelah salam, perbanyakkan istighfar.


7. dan berdoa dengan doa Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar)


اللهُمّ أَنْتَ رَبِّى. لاَإِلهَ إلاّ أنْتَ خَلَقْتَنِى وأنا عَبْدُكَ وأنا على عهدِك وَوَعدِك مااستطَعْتُ. أعوذبك مِنْ شرّ ما صَنَعْتُ. أبوؤ لك بنعمتك عليّ. وأَبُوْؤُ بِذَنْبِي فاغفِرْلي فإنّه لاَ يَغْفِرُ الذنوبَ إلّا أنت.

Artinya: "Ya, Allah Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkaulah yang menjadikan aku. Sedang aku adalah hamba-Mu dan aku di dalam genggaman-Mu dan di dalam perjanjian (beriman dan taat) kepada-Mu sekuat mampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah ku lakukan. Aku mengakui atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada ku dan aku mengaku segala dosaku. Maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni segala dosa kecuali Engkau. "


8. Kemudian bisa juga berdoa sesuai luahan hati dan munajat masing-masing ke hadirat Allah SWT.